Ingin tampil beda di hari pernikahan? Mungkin produk buatan Rika’s Craft bisa menjadi rujukan. Pasalnya, bahan yang dipilih untuk kebutuhan seperti, undangan, souvenir, hantaran lamaran, hingga mahar, dibuat dari bahan daur ulang.
Meski menggunakan limbah, namun tampilan dan kualitas produk ini tak kalah menarik dengan produk lain. “Bahannya bisa bermacam-macam tergantung pasar dan permintaan. Seperti klobot jagung, kertas bekas, kaos stocking, dan lainnya. Kami bersyukur pernak-pernik pernikahan berbahan daur ulang mulai tren,” ungkap Rika Destrianingsih, pemilik dan perintis Rika’s Craft, Rabu (7/7).
Untuk bisa seperti sekarang ini, Rika memang butuh ketelatenan demi mengembangkan usaha yang dilakoninya sejak 1998. Mulai rajin mengikuti berbagai kursus dan pelatihan, hingga mempraktekan sendiri di rumah. Bahkan, ia harus rela mundur dari pekerjaanya sebagai accounting di salah satu perusahaan swasta.
“Awalnya saya membuat kerajinan dari limbah kertas untuk diri sendiri. Namun karena banyak yang suka, beberapa teman akhirnya memesan. Dari situ, dari mulut ke mulut, akhirnya mulai banyak yang memesan,” tutur wanita kelahiran 3 Desember 1968 ini.
Khusus untuk produk undangan atau hantaran, proses produksinya relatif lebih lama, karena harus mengolah limbah kertas menjadi lembaran-lembaran yang siap dipotong-potong menjadi bentuk yang diinginkan.
“Limbah kertas terlebih dulu dihaluskan dengan blender, ditempelkan ke media yang akan dibuat, dan dikeringkan,” ulas alumni Universitas Airlangga Surabaya ini.
Produk itu kian terlihat cantik dengan paduan klobot jagung yang ia bentuk menjadi sebuah kerajinan yang menarik, seperti bunga atau model lain. Produk lain yang tak kalah menarik adalah bunga berbahan kaos stocking.
“Saat ini ada sekitar 30 model bunga yang saya buat dari stocking tak terpakai,” papar wanita yang membuka stan kerajinan di Royal Craft Center, Royal Plaza ini.
Dipilihnya bahan limbah, lanjut Rika, selain karena lebih mudah didapat, murah, dan ketika dijadikan sebuah produk, memiliki nilai jual lebih. Bayangkan, rata-rata Rika mematok harga sekitar Rp 6.000-20.000 untuk satu buah undangan, Rp 3.500-15.000 untuk souvenir, Rp 50.000-200.000 untuk produk hantaran, dan Rp 250.000-600.000 untuk satu buah mahar.
“Pada bulan-bulan tertentu seperti saat ini, kami cukup kewalahan menerima permintaan karena banyak orang menikah. Undangan misalnya, jika hari-hari biasa bisa mencapai ribuan piece per bulan, saat ramai bisa naik 2-3 kali lipat,” ungkap Rika, yang menolak menyebut omzetnya.
Dibantu tiga orang pekerja, Rika terus berupaya menciptakan produk baru yang dirasa belum ada di pasar, dengan tetap memilih limbah sebagai bahan baku. Meski saat ini pasar di wilayah Jatim masih menjadi pilihannya, namun bukan tidak mungkin ia juga membidik pasar di luar provinsi. “Banyak respons positif dari berbagai pembeli ketika menggelar pameran atau setelah saya mengisi pelatihan,” ujarnya.
Seiring dengan kesuksesannya, Rika kini diminta sejumlah lembaga untuk menjadi pembimbing dalam sejumlah pelatihan kerajinan. Bahkan, ia juga telah menerbitkan empat buku bertema cara membuat kerajinan berbahan daur ulang. Sudah empat buku yang ia telorkan, saat ini ia tengah menyiapkan meluncurkan buku kelimanya. Ia tak takut usahanya tersaingi oleh anak didiknya.
“Yang selalu saya tekankan bahwa saatnya ibu rumah tangga bisa berkarya dan menjadikan karya itu sebagai sumber penghasilan tetap,” imbuh Rika.
Penulias artikel Didik sutrisno
Surabaya
Tags
pernak pernik hantaran nikah, pernak pernik untuk hantaran pernikahan, bisnis pernik hantaran pernikahan, usaha pernak pernik hantaran pernikahan, pernak pernik dari daur ulang, pernak pernik dari limbah, kerajinan daur ulang, bahan daur ulang.
0 comments: on "Mencipta pernak pernik hantaran nikah ala daur ulang"
Post a Comment