Siapapun tahu gurihnya kerupuk pasir, apalagi jika dicolet pake petis atau dimakan dengan rujak. Bisnis kerupuk ini tak pernah melempem. Di Jatim, ada banyak sentra kerupuk pasir, termasuk Kediri, Mojokerto, Jombang, Sidoarjo, Surabaya. Di ujung Jalan Banyu Urip Jaya V Surabaya inilah, ratusan kilogram kerupuk pasir yang setiap hari dinikmati warga Surabaya, berasal.
Pasangan Mohammad Baidowi dan Sri Ekowati, tidak pernah menyangka bahwa usaha kerupuk pasir yang dibangunnya sejak 1998, bakal menjadi sandaran hidup sampai kini.
“Waktu itu saya jadi tukang AC di sebuah toko, yang setiap pulang kerja lewat kawasan penjual rujak manis di Dr Soetomo-Polisi Istimewa untuk menjemput istri. Saya pikir, kalau rujak diberi kerupuk pasti enak. Dari sanalah ide itu berasal,” kata pria lulusan MA Jombang, yang kini berusia 49 tahun.
Secara kebetulan, tetangga di Jombang banyak yang bikin kerupuk pasir. “Iseng-iseng saya beli kerupuk mentah dari tetangga ini, lalu saya bumbui garam, cabe, bawang, kemudian saya jemur dan setelah kering baru saya angkut ke Surabaya. Di sini, kerupuk ini saya goreng dengan pasir dan dipasarkan ke tetangga. Responsnya cukup bagus,” akunya.
Ingin mencoba pasar lebih luas, adik Baidowi mencoba membawa kerupuk pasir ini ke perkantoran dan deretan PKL rujak manis di tengah kota. Ternyata, peminatnya pun tidak sedikit. Kini, ia bisa memasarkan tidak kurang dari 300 bungkus kerupuk pasir kemasan seharga Rp 1.500 atau Rp 2.000 jika eceran dan 50 kemasan besar seharga Rp 5.000 ke perkantoran.”Sebenarnya bisa juga dipasarkan di warung-warung dengan kemasan kecil Rp 1.000, tetapi saya tidak telaten, karena otomatis waktu yang dibutuhkan jauh lebih banyak dengan keuntungan yang mepet,” sambung Sri Ekowati (46), yang dulu pernah bekerja sebagai reception di sebuah hotel di Surabaya ini.
Penggemar rujak manis dan kerupuk pasir Tri Wutanti mengaku, gemar makanan ini sejak ia duduk di bangku SMA. “Setiap beli rujak di Dr Soetomo saya selalu beli dengan kerupuk pasirnya. Di kota lain seperti Magetan, kemarin saya sempatkan beli kerupuk pasir yang ada petisnya. Kerupuk ini enak buat camilan di saat senggang, asal jangan terlalu banyak pasirnya,” ujar wanita 25 tahun ini.
Model kerupuk pasir yang disukainya yang berukuran kecil-kecil lonjong pendek dan yang bulat warna-warni. “Harganya murah, tidak sampai Rp 5.000 sebungkus. Sekali beli paling-paling dua bungkus besar buat dimakan rame-rame di rumah,” ujar wanita yang tinggal daerah Tambaksari ini.
Potensi Bagus
Menurut Baidowi, usaha kerupuk pasir yang kini mampu menghasilkan omzet Rp 350.000–500.000 per hari itu awalnya hanya bermodal Rp 30.000. “Sampai sekarang saya tetap beli bahan kerupuk mentahnya, tidak produksi sendiri. Belinya dari Kediri dengan harga Rp 6.000 per kg. Sekali borong tidak tentu, tetapi rata-rata per hari bisa menggoreng 30 kg kerupuk mentah,” jelasnya.
Untuk proses penjemuran dilakukan di Jombang di rumah orangtua, mengingat lahan di sana cukup luas. Dari bahan mentah, diproses atau dibasahi dengan bumbu garam, bawang dan cabe, lalu dijemur. Untuk menjemur satu ton kerupuk mentah perlu waktu empat hari jika tidak ada hujan.
Sri menambahkan, sejak berdiri hingga 2007 silam ia sempat punya banyak karyawan, bahkan setiap hari bisa menggoreng 50 kg kerupuk mentah. Pasalnya, saat itu memang belum gencar penertiban PKL, sehingga penitipan kerupuk bisa dimana-mana. Bahkan sempat punya 10 stan PKL.
“Sekarang semuanya sudah tidak ada, pemasaran lebih terbatas. Kalau dulu punya 10 karyawan, sekarang hanya mempekerjakan tiga orang. Tiap bulan saya gaji Rp 200.000-an. Sebetulnya usaha ini punya potensi bagus jika pemasarannya ditingkatkan lagi,” jelas ibu dua anak ini.
Khusus hari libur Sabtu-Minggu, ia mengaku kewalahan menerima pesanan. “Kebetulan rumah saya dekat gereja, jadi kalau weekend pesanannya sangat banyak. Sehabis mereka beribadah di gereja, pasti mborong kerupuk pasir,” ujarnya.
Ia sengaja tidak memakai petis karena ongkos produksinya mahal. “Pakai petis lebih ribet, nggak nututi biayanya. Cabe saja sekarang masih Rp 50.000, saya ganti cabe Thailand yang murah tetapi tidak pedas,” urai Sri.Tahun ini, ia pun berencana memperluas jangkauan pemasaran, namun tidak ada niat untuk mendirikan outlet atau stan khusus karena akan menggerus biaya operasionalnya. Untuk bantuan permodalan, Sri telah mengajukan ke BRI. ame
Pasir untuk Memanaskan Alat Penggorengan
Membuka usaha kerupuk pasir bisa dilakukan siapa saja. Modalnya bisa berapa saja. Membuat bahan bakunya pun tak susah. Perpaduan yang tepat antara tepung tapioka, bawang putih, soda, gula, cabe, garam, telur, bisa menjadikan kerupuk berasa yummy.
Menurut M Baidowi, proses pembuatannya sebetulnya tak terlalu sulit, namun butuh waktu lama dan agak sedikit ribet karena proses penjemurannya mengandalkan sinar matahari langsung, tidak bisa dikeringkan dengan mesin pengering. Kerupuknya bisa mengembang dan memiliki rasa lebih sip, jika dijemur menggunakan sinar matahari.
“Jangan lupa siapkan mesin penggorengan khusus pasir, gula pasir, minyak goreng, serta gas elpiji,” ujarnya. Harga mesin penggorengan yang sederhana kini kisaran Rp 1,5 juta. Pasirnya tak perlu banyak, cukup sediakan 1 sack bisa untuk setahun. Keberadaan pasir hanya membantu mempercepat pemanasan alat penggorengan,” ujar Baidowi.
Namun sebelum pasir dipakai, dicuci dulu dengan air sampai bersih, lalu dijemur sampai kandungan airnya habis. Selain pasir, kebutuhan minyak goreng juga jangan terlalu banyak karena sifatnya hanya untuk tidak melengketkan kerupuk dengan alat penggorengan. ame
Pasangan Mohammad Baidowi dan Sri Ekowati, tidak pernah menyangka bahwa usaha kerupuk pasir yang dibangunnya sejak 1998, bakal menjadi sandaran hidup sampai kini.
“Waktu itu saya jadi tukang AC di sebuah toko, yang setiap pulang kerja lewat kawasan penjual rujak manis di Dr Soetomo-Polisi Istimewa untuk menjemput istri. Saya pikir, kalau rujak diberi kerupuk pasti enak. Dari sanalah ide itu berasal,” kata pria lulusan MA Jombang, yang kini berusia 49 tahun.
Secara kebetulan, tetangga di Jombang banyak yang bikin kerupuk pasir. “Iseng-iseng saya beli kerupuk mentah dari tetangga ini, lalu saya bumbui garam, cabe, bawang, kemudian saya jemur dan setelah kering baru saya angkut ke Surabaya. Di sini, kerupuk ini saya goreng dengan pasir dan dipasarkan ke tetangga. Responsnya cukup bagus,” akunya.
Ingin mencoba pasar lebih luas, adik Baidowi mencoba membawa kerupuk pasir ini ke perkantoran dan deretan PKL rujak manis di tengah kota. Ternyata, peminatnya pun tidak sedikit. Kini, ia bisa memasarkan tidak kurang dari 300 bungkus kerupuk pasir kemasan seharga Rp 1.500 atau Rp 2.000 jika eceran dan 50 kemasan besar seharga Rp 5.000 ke perkantoran.”Sebenarnya bisa juga dipasarkan di warung-warung dengan kemasan kecil Rp 1.000, tetapi saya tidak telaten, karena otomatis waktu yang dibutuhkan jauh lebih banyak dengan keuntungan yang mepet,” sambung Sri Ekowati (46), yang dulu pernah bekerja sebagai reception di sebuah hotel di Surabaya ini.
Penggemar rujak manis dan kerupuk pasir Tri Wutanti mengaku, gemar makanan ini sejak ia duduk di bangku SMA. “Setiap beli rujak di Dr Soetomo saya selalu beli dengan kerupuk pasirnya. Di kota lain seperti Magetan, kemarin saya sempatkan beli kerupuk pasir yang ada petisnya. Kerupuk ini enak buat camilan di saat senggang, asal jangan terlalu banyak pasirnya,” ujar wanita 25 tahun ini.
Model kerupuk pasir yang disukainya yang berukuran kecil-kecil lonjong pendek dan yang bulat warna-warni. “Harganya murah, tidak sampai Rp 5.000 sebungkus. Sekali beli paling-paling dua bungkus besar buat dimakan rame-rame di rumah,” ujar wanita yang tinggal daerah Tambaksari ini.
Potensi Bagus
Menurut Baidowi, usaha kerupuk pasir yang kini mampu menghasilkan omzet Rp 350.000–500.000 per hari itu awalnya hanya bermodal Rp 30.000. “Sampai sekarang saya tetap beli bahan kerupuk mentahnya, tidak produksi sendiri. Belinya dari Kediri dengan harga Rp 6.000 per kg. Sekali borong tidak tentu, tetapi rata-rata per hari bisa menggoreng 30 kg kerupuk mentah,” jelasnya.
Untuk proses penjemuran dilakukan di Jombang di rumah orangtua, mengingat lahan di sana cukup luas. Dari bahan mentah, diproses atau dibasahi dengan bumbu garam, bawang dan cabe, lalu dijemur. Untuk menjemur satu ton kerupuk mentah perlu waktu empat hari jika tidak ada hujan.
Sri menambahkan, sejak berdiri hingga 2007 silam ia sempat punya banyak karyawan, bahkan setiap hari bisa menggoreng 50 kg kerupuk mentah. Pasalnya, saat itu memang belum gencar penertiban PKL, sehingga penitipan kerupuk bisa dimana-mana. Bahkan sempat punya 10 stan PKL.
“Sekarang semuanya sudah tidak ada, pemasaran lebih terbatas. Kalau dulu punya 10 karyawan, sekarang hanya mempekerjakan tiga orang. Tiap bulan saya gaji Rp 200.000-an. Sebetulnya usaha ini punya potensi bagus jika pemasarannya ditingkatkan lagi,” jelas ibu dua anak ini.
Khusus hari libur Sabtu-Minggu, ia mengaku kewalahan menerima pesanan. “Kebetulan rumah saya dekat gereja, jadi kalau weekend pesanannya sangat banyak. Sehabis mereka beribadah di gereja, pasti mborong kerupuk pasir,” ujarnya.
Ia sengaja tidak memakai petis karena ongkos produksinya mahal. “Pakai petis lebih ribet, nggak nututi biayanya. Cabe saja sekarang masih Rp 50.000, saya ganti cabe Thailand yang murah tetapi tidak pedas,” urai Sri.Tahun ini, ia pun berencana memperluas jangkauan pemasaran, namun tidak ada niat untuk mendirikan outlet atau stan khusus karena akan menggerus biaya operasionalnya. Untuk bantuan permodalan, Sri telah mengajukan ke BRI. ame
Pasir untuk Memanaskan Alat Penggorengan
Membuka usaha kerupuk pasir bisa dilakukan siapa saja. Modalnya bisa berapa saja. Membuat bahan bakunya pun tak susah. Perpaduan yang tepat antara tepung tapioka, bawang putih, soda, gula, cabe, garam, telur, bisa menjadikan kerupuk berasa yummy.
Menurut M Baidowi, proses pembuatannya sebetulnya tak terlalu sulit, namun butuh waktu lama dan agak sedikit ribet karena proses penjemurannya mengandalkan sinar matahari langsung, tidak bisa dikeringkan dengan mesin pengering. Kerupuknya bisa mengembang dan memiliki rasa lebih sip, jika dijemur menggunakan sinar matahari.
“Jangan lupa siapkan mesin penggorengan khusus pasir, gula pasir, minyak goreng, serta gas elpiji,” ujarnya. Harga mesin penggorengan yang sederhana kini kisaran Rp 1,5 juta. Pasirnya tak perlu banyak, cukup sediakan 1 sack bisa untuk setahun. Keberadaan pasir hanya membantu mempercepat pemanasan alat penggorengan,” ujar Baidowi.
Namun sebelum pasir dipakai, dicuci dulu dengan air sampai bersih, lalu dijemur sampai kandungan airnya habis. Selain pasir, kebutuhan minyak goreng juga jangan terlalu banyak karena sifatnya hanya untuk tidak melengketkan kerupuk dengan alat penggorengan. ame
Sumber
Tags
kerupuk pasir, usaha kerupuk pasir, bisnis kerupuk pasir, sentra pembuat kerupuk pasir, pusat kerpuk pasir, kerupuk pasir jatim, cara menggoreng kerupuk pasir, bahan kerupuk pasir.
0 comments: on "Laba kerupuk pasir kian gurih"
Post a Comment