Sudah bukan hal baru apabila karya lukis mampu menghasilkan rupiah. Bahkan sejak zaman Leonardo da Vinci, karya coretan tangan ini mampu mendatangkan nilai ekonomis yang amat tinggi. Kini, lukisan tidak lagi terbatas berupa sapuan kanvas, akrilik atau cat air. Tapi, mulai merambah pada inovasi bentuk lain.
Sebut saja, lukisan kayu ukir, lukisan yang dibubuhi kertas dan pita, plastik mika, lukisan dari bahan clay hingga dari bahan benang dan jarum pentul (office pins).
Bagi pasangan suami istri Mustofa Hadi (34) dan Lila Lestari (32), pasar lukisan dari kanvas dan akrilik sudah sangat jenuh. Karena itu, mereka lebih memilih menekuni usaha lukisan kaligrafi yang belum lazim yakni dari benang dan jarum pentul.
“Nilai jualnya bisa lebih tinggi karena tingkat kerumitan pembuatannya juga luar biasa. Satu lukisan berisi Asmaul Husna bisa selesai empat minggu jika dikerjakan satu orang. Jadi, pengerjaannya memang harus rame-rame. Makanya usaha ini juga tergolong padat karya,” kata Lila.
Di kawasan Bulak Rukem (tak jauh dari lokasi Jembatan Suramadu), pasangan yang memiliki usaha dengan bendera UD el-Baraka ini melibatkan puluhan tetangganya yang semua terdiri dari ibu-ibu dan remaja wanita. “Wanita lebih telaten merangkai benang. Jadi kita rekrut tetangga para wanita yang punya banyak waktu luang,” ujarnya.
Saat ini, mereka memiliki 20 karyawan tetap yang mengerjakan secara bergantian (shift). Sisanya, lebih dari 35 orang adalah karyawan lepas yang rata-rata mengerjakan perangkaian benang di rumah masing-masing.
“Pengerjaan pakai sistem borongan. Jadi, kita yang bikin mode blat di atas triplek yang sudah dilapisi kain beludru, lalu pemasangan jarum pentulnya diborongkan ke orang. Setelah itu dikembalikan lagi dan karyawan kita tinggal merangkai benangnya. Jika selesai, siap dibungkus pigura,” jelas Mustofa, yang sehari-hari adalah pengajar di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
Namun, selama ini ia memasok lukisan kaligrafi tanpa pigura alias kosongan ke empat galeri di Surabaya (PGS), Waru dan Sidoarjo. “Kita jual kosongan dan galeri itu yang membungkusnya dengan pigura. Jadi harga jualnya ya sesuai dengan jenis piguranya,” katanya.
Harga jualnya bervariasi dari Rp 70.000-1,5 juta. Ini harga saat kosongan. Kalau dilengkapi pigura bisa sampai Rp 5 jutaan. Untuk ukuran 50×60 cm dijual kosongan seharga Rp 800.000, ukuran 40×80 cm seharga Rp 1,2 juta, ukuran 94×122 cm plus pigura mencapai Rp 4 jutaan.
Menurut Mustofa, penentuan harga tergantung tingkat kerumitannya. Meski ukurannya besar namun jika hanya bertulis Al-Alaq bisa lebih murah dibandingkan ukuran yang lebih kecil tapi bertuliskan Ayat Kursi atau Asmaul Husna.
“Sebetulnya, ini merupakan usaha ayah mertua saya sejak tahun 1990 silam. Awalnya dari mika impor, bukan benang. Tapi ketika krisis 1998, harga mika impor melambung 10 kali lipat maka usaha ayah langsung berhenti,” tuturnya.
Semula, usaha lukisan kaligrafi ini hanya menerima order dari galeri di Pasar Turi. “Setelah menikah, kami pikir sayang kalau usaha ini tidak diteruskan karena potensinya cukup bagus. Timbullah ide merangkai benang ini,” ujar Mustofa.
Ide ini terlintas karena Mustofa juga pernah melihat benda serupa ketika masih menempuh pendidikan dengan beasiswa di Universitas Al-Azhar, Kairo, Jurusan Filsafat. Jebolan pondok pesantren Ngabar Ponorogo ini pun mencoba menerapkan dan menginovasi sendiri ide tersebut bersama sang istri.
Jalur pemasaran semakin terbuka lebar, setelah ia sering mengikuti beragam pameran. Pada 2007, ia menjajal keberuntungan lewat pameran Inacraft. Saat ini, ia tergabung dalam binaan Dekranasda Surabaya. Bisnis pun semakin lancar. Setiap minggu tak apes Rp 15-20 juta bisa dihasilkan. Ini berasal dari orderan rutin.
“Tahun depan dari Turki berencana menjalin kerja sama dengan kami. Harusnya order mulai Desember ini, tapi kami baru bisa penuhi per Januari,” kata Lila, jebolan Unesa yang sebelumnya juga menjadi guru SD Muhammadiyah 20.
Salah satu pembeli lukisan kaligrafi benang, Taufan Sukma, mengaku jenis lukisan semacam ini tergolong antik. “Pertama melihat langsung jatuh cinta. Makanya pas ditawari harganya Rp 500.000 langsung saya beli. Kalau sudah dijual di galeri pasti harganya akan jauh lebih mahal,” katanya.
Menurut pria 26 tahun ini, lukisan kaligrafi benang dan jarum punya prospek bagus untuk dikembangkan, terutama ekspor. “Yang penting harus bisa jaga kualitas. Buyer asing rata-rata tidak terlalu melihat harga, yang penting kualitas dulu. Barang harus awet dan tidak riskan rusak jika diangkut dalam kontainer,” lanjut pria yang bermukim di Tandes ini.
Untuk menjangkau lebih banyak pasar, Mustofa menambahkan, UD el-Baraka telah memiliki gerai di ITC lantai LG bersama perajin lainnya yang juga menjadi binaan Dekranasda Surabaya. “Bukan outlet khusus karena tidak menempati ruang, tapi di lorong,” katanya.
Pasangan yang belum dikaruniai momongan ini mengaku, di 2011 masih akan fokus di produksi. “Kita masih akan jual kosongan, tidak pakai pigura. Karena kalau sibuk mikir pigura malah kurang maksimal di inovasi produksinya,” sambung Mustofa.
Untuk pengembangan usaha, mereka saat ini sedang menikmati fasilitas KUR Bank Jatim sebesar Rp 200 juta dengan tenor lima tahun. “Modal awalnya hanya dari gaji kami berdua. Alhamdulillah omzetnya terus membaik dan kini ada dukungan pula dari perbankan,” pungkasnya.
TIPS
Pigura Bikin Perawatan Lebih Mudah
Merawat lukisan kaligrafi bahan benang tidaklah susah. Menurut pemilik UD el-Baraka, Lila Lestari, lukisan memang lebih awet apabila dibingkai dengan pigura. Cara perawatannya, tinggal dibersihkan pakai kain pada permukaan kaca yang tertutup debu.
“Tapi, seandainya dibiarkan dipajang tanpa pigura memang akan lebih susah merawatnya. Benangnya rentan putus kena gesekan, debu yang menempel pada kain beludru juga akan susah dibersihkan,” tutur Lila.
Setiap hari, masing-masing karyawannya mampu mengerjakan dua lukisan untuk motif yang tidak terlalu rumit. Upah yang diterima setiap minggu berkisar antara Rp 140.000–180.000, tergantung tingkat kerumitan dan kecekatan penggarapan.
Jika pigura terbuat dari ukiran kayu, maka proses membersihkan tergantung dengan jumlah ukirannya. Semakin banyak lekuk ukiran harus semakin jeli membersihkan debu yang menyelip.
“Membersihkan tak harus pakai kain basah, namun cukup menggunakan kuas lembut khusus untuk menjangkau lekuk ukirannya,” imbuh Lila.
Sebut saja, lukisan kayu ukir, lukisan yang dibubuhi kertas dan pita, plastik mika, lukisan dari bahan clay hingga dari bahan benang dan jarum pentul (office pins).
Bagi pasangan suami istri Mustofa Hadi (34) dan Lila Lestari (32), pasar lukisan dari kanvas dan akrilik sudah sangat jenuh. Karena itu, mereka lebih memilih menekuni usaha lukisan kaligrafi yang belum lazim yakni dari benang dan jarum pentul.
“Nilai jualnya bisa lebih tinggi karena tingkat kerumitan pembuatannya juga luar biasa. Satu lukisan berisi Asmaul Husna bisa selesai empat minggu jika dikerjakan satu orang. Jadi, pengerjaannya memang harus rame-rame. Makanya usaha ini juga tergolong padat karya,” kata Lila.
Di kawasan Bulak Rukem (tak jauh dari lokasi Jembatan Suramadu), pasangan yang memiliki usaha dengan bendera UD el-Baraka ini melibatkan puluhan tetangganya yang semua terdiri dari ibu-ibu dan remaja wanita. “Wanita lebih telaten merangkai benang. Jadi kita rekrut tetangga para wanita yang punya banyak waktu luang,” ujarnya.
Saat ini, mereka memiliki 20 karyawan tetap yang mengerjakan secara bergantian (shift). Sisanya, lebih dari 35 orang adalah karyawan lepas yang rata-rata mengerjakan perangkaian benang di rumah masing-masing.
“Pengerjaan pakai sistem borongan. Jadi, kita yang bikin mode blat di atas triplek yang sudah dilapisi kain beludru, lalu pemasangan jarum pentulnya diborongkan ke orang. Setelah itu dikembalikan lagi dan karyawan kita tinggal merangkai benangnya. Jika selesai, siap dibungkus pigura,” jelas Mustofa, yang sehari-hari adalah pengajar di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
Namun, selama ini ia memasok lukisan kaligrafi tanpa pigura alias kosongan ke empat galeri di Surabaya (PGS), Waru dan Sidoarjo. “Kita jual kosongan dan galeri itu yang membungkusnya dengan pigura. Jadi harga jualnya ya sesuai dengan jenis piguranya,” katanya.
Harga jualnya bervariasi dari Rp 70.000-1,5 juta. Ini harga saat kosongan. Kalau dilengkapi pigura bisa sampai Rp 5 jutaan. Untuk ukuran 50×60 cm dijual kosongan seharga Rp 800.000, ukuran 40×80 cm seharga Rp 1,2 juta, ukuran 94×122 cm plus pigura mencapai Rp 4 jutaan.
Menurut Mustofa, penentuan harga tergantung tingkat kerumitannya. Meski ukurannya besar namun jika hanya bertulis Al-Alaq bisa lebih murah dibandingkan ukuran yang lebih kecil tapi bertuliskan Ayat Kursi atau Asmaul Husna.
“Sebetulnya, ini merupakan usaha ayah mertua saya sejak tahun 1990 silam. Awalnya dari mika impor, bukan benang. Tapi ketika krisis 1998, harga mika impor melambung 10 kali lipat maka usaha ayah langsung berhenti,” tuturnya.
Semula, usaha lukisan kaligrafi ini hanya menerima order dari galeri di Pasar Turi. “Setelah menikah, kami pikir sayang kalau usaha ini tidak diteruskan karena potensinya cukup bagus. Timbullah ide merangkai benang ini,” ujar Mustofa.
Ide ini terlintas karena Mustofa juga pernah melihat benda serupa ketika masih menempuh pendidikan dengan beasiswa di Universitas Al-Azhar, Kairo, Jurusan Filsafat. Jebolan pondok pesantren Ngabar Ponorogo ini pun mencoba menerapkan dan menginovasi sendiri ide tersebut bersama sang istri.
Jalur pemasaran semakin terbuka lebar, setelah ia sering mengikuti beragam pameran. Pada 2007, ia menjajal keberuntungan lewat pameran Inacraft. Saat ini, ia tergabung dalam binaan Dekranasda Surabaya. Bisnis pun semakin lancar. Setiap minggu tak apes Rp 15-20 juta bisa dihasilkan. Ini berasal dari orderan rutin.
“Tahun depan dari Turki berencana menjalin kerja sama dengan kami. Harusnya order mulai Desember ini, tapi kami baru bisa penuhi per Januari,” kata Lila, jebolan Unesa yang sebelumnya juga menjadi guru SD Muhammadiyah 20.
Salah satu pembeli lukisan kaligrafi benang, Taufan Sukma, mengaku jenis lukisan semacam ini tergolong antik. “Pertama melihat langsung jatuh cinta. Makanya pas ditawari harganya Rp 500.000 langsung saya beli. Kalau sudah dijual di galeri pasti harganya akan jauh lebih mahal,” katanya.
Menurut pria 26 tahun ini, lukisan kaligrafi benang dan jarum punya prospek bagus untuk dikembangkan, terutama ekspor. “Yang penting harus bisa jaga kualitas. Buyer asing rata-rata tidak terlalu melihat harga, yang penting kualitas dulu. Barang harus awet dan tidak riskan rusak jika diangkut dalam kontainer,” lanjut pria yang bermukim di Tandes ini.
Untuk menjangkau lebih banyak pasar, Mustofa menambahkan, UD el-Baraka telah memiliki gerai di ITC lantai LG bersama perajin lainnya yang juga menjadi binaan Dekranasda Surabaya. “Bukan outlet khusus karena tidak menempati ruang, tapi di lorong,” katanya.
Pasangan yang belum dikaruniai momongan ini mengaku, di 2011 masih akan fokus di produksi. “Kita masih akan jual kosongan, tidak pakai pigura. Karena kalau sibuk mikir pigura malah kurang maksimal di inovasi produksinya,” sambung Mustofa.
Untuk pengembangan usaha, mereka saat ini sedang menikmati fasilitas KUR Bank Jatim sebesar Rp 200 juta dengan tenor lima tahun. “Modal awalnya hanya dari gaji kami berdua. Alhamdulillah omzetnya terus membaik dan kini ada dukungan pula dari perbankan,” pungkasnya.
TIPS
Pigura Bikin Perawatan Lebih Mudah
Merawat lukisan kaligrafi bahan benang tidaklah susah. Menurut pemilik UD el-Baraka, Lila Lestari, lukisan memang lebih awet apabila dibingkai dengan pigura. Cara perawatannya, tinggal dibersihkan pakai kain pada permukaan kaca yang tertutup debu.
“Tapi, seandainya dibiarkan dipajang tanpa pigura memang akan lebih susah merawatnya. Benangnya rentan putus kena gesekan, debu yang menempel pada kain beludru juga akan susah dibersihkan,” tutur Lila.
Setiap hari, masing-masing karyawannya mampu mengerjakan dua lukisan untuk motif yang tidak terlalu rumit. Upah yang diterima setiap minggu berkisar antara Rp 140.000–180.000, tergantung tingkat kerumitan dan kecekatan penggarapan.
Jika pigura terbuat dari ukiran kayu, maka proses membersihkan tergantung dengan jumlah ukirannya. Semakin banyak lekuk ukiran harus semakin jeli membersihkan debu yang menyelip.
“Membersihkan tak harus pakai kain basah, namun cukup menggunakan kuas lembut khusus untuk menjangkau lekuk ukirannya,” imbuh Lila.
Sumber
Tags
kaligrafi benang, kerajinan kaligrafi, kerajinan kaligrafi benang,cara membuat kaligrafi benang, tip membuat kerajinan kaligrafi benang, lukisan kaligrafi, merawat lukisan kaligrafi, tip merawat lukisan kaligrafi, usaha lukisan kaligrafi, pusat kerajinan kaligrafi, lukisan kaligrafi benang, merangkai kaligrafi benang.
0 comments: on "Merangkai laba kaligrafi benang"
Post a Comment