Tuesday, December 14, 2010

Perang Cyber Global Pecah, Facebook Dibidik

Dia adalah satu dari barisan pertama yang direkrut Operation Payback. Di tempat tidurnya di London, peretas berusia 24 tahun ini menyiapkan senjata cyber-nya, sebuah laptop. Musuhnya adalah perusahaan-perusahaan AS yang bertanggungjawab atas serangan terhadap WikiLeaks.

Di ruang-ruang obrol online dari Manchester sampai New York dan Sidney, wajah menyeringai topeng Guy Fawkes menyerukan perang. Di seluruh penjuru dunia satu batalion peretas memenuhi panggilan perang ini.

"Salam, wahai saudara-saudara anonim," begitu seruan awal Operation Payback. Bersama dengannya terkirim pula program software bernama "persenjataan pilihan kami".

Operation Payback bagaikan virus dan darinya terbentuklah sepasukan peretas online tanpa bentuk melawan pemerintah AS dan korporasi besar dunia.

"Para peretas ini tidak mengenal takut," kata Charles Dodd, konsultan keamanan jaringan untuk kantor-kantor pemerintahan AS.

Sampai Kamis pekan lalu, para peretas-aktivis (hacktivist) menyerang mereka yang menyerang WikiLeaks, diantaranya ikon-ikon korporasi dunia, perusahaan kartu kredit dan sejumlah perusahaan online besar.

Perang ini adalah antara dunia mapan melawan kultur akar rumput nan organik di internet. Seorang bloger menyebutnya sebagai "perang dunia informasi pertama."

Di jantung konflik ada pendiri WikiLeaks, sosok misterius Julian Assange yang disebut pendukungnya Ned Kelly era digital karena tiada henti melawan adidaya.
Sebaliknya, AS mengutuknya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Sasaran terbaru para prajurit online ini adalah peritel online terbesar dunia, Amazon, yang berhenti menjadi hosting WikiLeaks. Kemudian Scotland Yard dan laman politisi-politisi senior AS.

Ada juga wacana mengganggu Facebook karena pekan lalu situs ini menghapus satu laman yang digunakan peretas pro-WikiLeaks. Anonymous dikabarkan akan mengirimi Facebook dengan virus yang menyebar dari profil ke profil sampai laman ini ambruk.

Meningkat

AS menanggapi dengan keras pembeberan kawat diplomatik AS oleh WikiLeaks pimpinan Assange.

Mike Huckabee, mantan gubernur Arkansas, mengatakan siapapun yang membocorkan dokumen rahasia ke Assange harus dieksekusi, sementara Sarah Palin menuntut Assange diburu dengan cara sama seperti memburu tokoh-tokoh Alqaeda. Jaksa Agung Eric Holder memerintahkan anak buahnya untuk memulai investigasi kriminal atas Assange agar dia bisa diadili di AS.

Para pembela Assange bereaksi. Mereka merapatkan barisan untuk melindungi WikiLeaks.

Amazon.com pun diserang setelah melepaskan tautan ke WikiLeaks menyusul tekanan senator Joe Lieberman yang mengepalai komisi keamanan dalam negeri di Senat AS.

Semua sistem nama domain (DNS) yang mengusir domain WikiLeaks.org seperti Mastercard, Visa dan Paypal, juga diserang.

Di pihak anti-WikiLeaks, peretas berjuluk Jester mengkoordinasikan rangkaian serangan terhadap penyedia jasa internet (ISP) yang menjadi hosting WikiLeaks.

"Kami berandai-andai siapa sebenarnya di balik agenda anti-WikiLeaks si Jester itu," kata seorang sumber.

Jester dan upaya mencampakkan WikiLeaks gagal, sebaliknya kemampuan WikiLeaks untuk tetap online meningkat.

Lebih dari 1.300 situs "cermin" sukarela dibuka, dan dalam hitungan hari konten web WikiLeaks menyebar ke mana-mana. Perang cyber tingkat global yang pertama pun pecah.

Seorang peretas Anonymous berkata, "Bertahun-tahun saya mengoceh tentang 'perang internet di masa depan'. Saya tak mengatakan saya tahu bagaimana memenangkannya. Tapi saya mengatakan bahwa perang itu telah berkecamuk."

Bermotif politik

Setelah WikiLeaks berhasil membuka borok perang Afghanistan pada Juli 2010, Assange memberi kuliah umum di Stockholm berjudul "Kebenaran adalah korban pertama dari perang."

Selepas kuliah umum pada 14 Agustus malam, Assange menginap bersama seorang perempuan penyelenggara kuliah umum di apartemen si perempuan di Sodermalm.

Tiga hari kemudian, agar tetap terhubung dengan domain baru situsnya, Assange tinggal di Enkoping, 100 mil dari Stockholm, ditemani seorang perempuan lain yang juga peserta kuliah umumnya.

Assange meninggalkan Swedia pada 18 Agustus, sementara kedua perempuan melapor ke polisi. Menurut Claes Borgstrom, pengacara mereka, kedua perempuan tak saling mengenal sampai kemudian mereka bertemu di kantor polisi.

Polisi menyimpulkan, telah terjadi kejahatan seksual terhadap dua wanita. Assange dituduh memaksa perempuan yang lagi tidur untuk berhubungan seks dengannya, sedangkan wanita satunya lagi dilecehkan karena Assange tak menggunakan kondom saat berhubungan seks.

Surat penangkapan Assange diterima polisi Inggris. Swedia mengirimkannya ke Inggris untuk dakwaan bahwa Assange telah memperkosa dua wanita.

Pengacara Mark Stephens menuduh dakwaan ini dilatarbelakangi motif politik, sementara seorang pejabat pemerintah senior Swedia yang meminta namanya dirahasiakan mengesampikan tuduhan motif politik di balik dakwaan pemerkosaan oleh Assange.

Ironisnya, ketika WikiLeaks memublikasikan dokumen-dokumen perang Afghanistan, Assange juga menghadapi dakwaan sama.

Pukul 9.15 pagi Selasa pekan lalu, Julian Assange meninggalkan markas asosiasi jurnalis Frontline Club untuk menyerahkan diri ke polisi.

Operation Payback

Para peretas WikiLeaks mengesampingkan tuduhan seksual terhadap Assange itu dan malah bersiap masuk ke fase berikutnya perang cyber.

Mereka menggunakan komputer-komputer online untuk mengacaukan situs-situs target serangan dengan jutaan permintaan data, sampai situs-situs itu tak bisa berfungsi lagi.

Mereka gunakan 200 komputer untuk menyerang Swiss PostFinance, sementara situs Visa dan Mastercard diserang oleh sekitar 3.000 komputer.

Para pemimpin Anonymous mengirimkan tool piranti lunak agar orang bisa bergabung dalam Operation Payback.

Sekitar 9.000 pengguna Internet di AS mengunduhnya, 3.000 lainnya di Inggris. Jerman, Belanda, Kanada, Prancis, Spanyol, Polandia, Rusia dan Australia masing-masing 1000 pengunduh, sementara di Swedia 75 pengunduh.

Sean-Paul Correll, seorang analis keamanan cyber menilai mereka yang terlibat dalam serangan cyber mustahil dikenali.

"Mereka semua anonim dan ada di mana-mana dan mereka tidak memiliki hirarki yang membuatnya mempunyai kuasa besar yang mustahil bisa ditelusuri dan didefinisikan," katanya.

Ujian besar Operationn Payback adalah saat menyerang Amazon. Di sini mereka memerlukan 30.000 sampai 40.000 komputer online.

Dua dari jejaring sosial paling penting Twitter dan Facebook dikabarkan menjadi target serangan Anonymous berikutnya.

Twitter membuat marah peretas setelah minggu lalu menanggalkan akun Anonymous yang konon mempunyai 22.000 pengikut, sementara laman Anonymous di Facebook dibunuh karena tidak memenuhi syarat.

Pemanfaatan kedua situs jejaring sosial ini oleh Anonymous untuk merekrut para serdadu cyber, menurut sejumlah analis, telah menyulitkan posisi Facebook dan Twitter.

Facebook mengatakan tak ingin terlibat dengan kelompok yang menyerang kelompok lain, padahal laman WikiLeaks pada situs ini mendatangkan 1,3 juta pendukung.

Target berikutnya adalah pemerintah AS sendiri di mana Selasa pekan lalu, situs senator AS senate.gov sempat ambruk. Para gerilyawan cyber mengklaim serangan serupa akan terjadi lagi di hari-hari nanti.

Sementara itu WikiLeaks akan terus menerbitkan kawat-kawat diplomatik yang baru beberapa ratus saja yang dipublikasikan dari 250.000 kawat diplomatik yang dibobol WikiLeaks.

Belum jelas siapa yang akan menang dalam "perang cyber" global itu, namun seorang pemuda berusia 24 tahun telah bersiap untuk babak berikutnya dari perang tersebut. (*)

Disarikan dan disadur dari The Guardian/Jafar Sidik

Sumber

Tags
perang cyber,perang cyber 2011, topeng Guy Fawkes, Operation Payback, gerilyawan cyber, Sean-Paul Correll, Charles Dodd konsultan jaringan, WikiLeaks,serdadu cyber, perang hacker.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments: on "Perang Cyber Global Pecah, Facebook Dibidik"

Post a Comment